Oleh
Ariny S.
Literasi, istilah yang
sedang semakin menunjukkan eksistensinya. Literasi adalah sebuah aktivitas yang
bergelut dalam kepenulisan. Literasi merupakan bidang yang luas. Karena
berbagai bidang pun menggunakan aktivitas yang satu ini dalam operasionalnya.
Literasi tidak memandang aspek apa yang tertera, akan tetapi berbagai segi
konsep dan gagasan dapat dituangkan, dipublikasikan, dan bahkan mampu
mempengaruhi pemikiran orang lain.
Literasi tidak
memandang paham apa yang dianut. Paham kanan atau kiri yang sering
disebut-sebut pun menggunakan aktivitas literasi untuk melakukan sugesti dan
persuasi demi menunjukkan keberadaannya di tengah masyarakat. Dewasa ini,
digital digunakan sebagai alat dan kendaraan untuk pihak-pihak yang
berkepentingan atau hanya sekedar unjuk gigi. Lagi-lagi literasi di era digital
sangat berpengaruh dan digandrungi masyarakat berbagai umur.
Menanggapi fenomena
tersebut, insan akademik yang memiliki latar belakang agama islam yang kental
atau lebih dikenal dengan sebutan ‘santri’, menggelar acara Madrasah Literasi
di pondok pesantren Al-Munjiyah, kota Ponorogo (05/11). Madrasah Literasi ini
diadakan sebagai rangkaian acara Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22
Oktober lalu. Mereka sadar, bahwa kekuatan literasi mampu digunakan sebagai
sarana dakwah dan penyebar ilmu serta kebaikan.
Acara yang diadakan
oleh beberapa organisasi di bawah naungan satu organisasi terbesar di Indonesia
yaitu Nahdlatul Ulama ini, mengundang narasumber lokal yang sudah going
nasional, Dr. Sutejo, M.Hum. Dia adalah seorang penulis dari kota kecil Ponorogo
yang mengaku telah menerbitkan karya sebanyak 38 buku. Beberapa diantaranya
adalah buku tentang kiat-kiat menulis dan menjadi seorang penulis. Dalam
kesempatan itu, ia menyampaikan beberapa tantangan dalam kehidupan mutakhir
yang dihadapi manusia. Salah satunya adalah semakin berat tantangan dan kerasnya
kehidupan seiring perkembangan zaman. Maka ia mengeluarkan statemen
bahwa manusia perlu menjamah dan menguasai dunia dengan senjata, salah satunya
adalah pedang literasi.
Pepatah inilah yang
menggugah hati saya. Ketika literasi disebut sebagai kekuatan dunia mutakhir,
otak saya teringat bahwa hidup di ‘zaman know’ harus berani bertarung.
Lagi-lagi kekuatan literasi-lah yang laris terjual. Berbagai media sosial
sekarang telah menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan pendapatan financial.
Instagram yang digandrungi masyarakat pun menjadi jalan untuk mengais
penghidupan. Sehingga dari sini bisa dikatakan, bahwa pentingnya digital
literasi perlu dipahamkan kepada para remaja dan masyarakat supaya lebih mampu
menggunakan media sosial secara lebih efektif dan bermanfaat.
Literasi merupakan
dunia menulis. Aktivitas ini adalah sesuatu yang susah-susah gampang dilakukan.
Akan tetapi dengan belajar dan sering berlatih, menulis akan menjadi hobi yang bikin
ketagihan. Menulis adalah jalan bagi kita sebagai manusia yang memiliki sisi
kemanusiaan, mencoba menyebarkan pesan kebaikan. Di era digital yang semakin
marak informasi negatif, sudah selayaknya kita manusia yang waras
berlomba-lomba membagikan dan mempublikasikan informasi kebaikan kepada manusia
lain.
Seorang penulis sejati,
akan terus menyebarkan kebaikan melalui kata-katanya tak peduli seberapa
kalipun terjatuh. Ia akan tetap bangkit dan terus melangkah bahkan berlari tak
kenal lelah dan resah. Pak Sutejo pun berkata, “Penulis tidak mungkin lenyap
oleh dunia. Tetapi dunia pasti akan lenyap di dalam pikiran penulis.”
**penulis adalah
mahasiswi yang kerjaan setiap harinya melakukan ibadah ngopi dan berbincang
untuk menggali inspirasi.**
0 komentar:
Posting Komentar